Kontroversi Putusan MA

Di NTB, PKS-Golkar Rebut Kursi PDIP-Hanura

VIVAnews - Beberapa putusan Mahkamah Agung yang mengubah sistem penghitungan kursi mengejutkan Komisi Pemilihan Umum Nusa Tenggara Barat dan dan calon legislator yang telah ditetapkan terpilih dalam pemilihan lalu. Mereka kaget karena akan terjadi pergantian kepemilikan kursi.

Ketua Komisi Pemilihan Umum NTB Fauzan Halid mengatakan dampak keputusan MA itu akan sangat terasa di daerah karena komposisi perolehan kursi berubah. Di NTB, perolehan kursi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Hati Nurani Rakyat untuk Dewan Perwakilan Rakyat terancam hilang jika Komisi Pemilihan Umum menjalankan keputusan MA tersebut. Sebaliknya Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera akan diuntungkan karena menerima limpahan.

"Kalau sebelumnya Golkar peroleh dua kursi, nanti akan bertambah menjadi tiga kursi. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera dapat dua kursi (dari satu kursi yang sudah didapatkan). Perolehan kursi yang berkurang adalah milik PDIP dan Hanura," kata Fauzan kepada VIVAnews di Mataram, Kamis 30 Juli 2009.

Sementara itu Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan tidak terpengaruh dengan keputusan itu. Fauzan menambahkan berubahnya komposisi perolehan kursi DPR itu terjadi karena harga kursi untuk DPR RI dapil NTB sebanyak 128 ribu. Sementara perolehan suara PDIP sebanyak 92.052 dan Hanura 92.756.

Sedangkan perolehan suara Partai Golkar sebanyak 291.452 dan suara PKS berjumlah 157.591. "Jelas Golkar dan PKS akan memperoleh tambahan kursi. Ini kan bakal rumit dan cukup memusingkan," ujarnya.

Tidak hanya putusan MA Nomor 15P/HUM/2009 itu yang membuat KPU pusing, keputusan MA nomor 16P/HUM/2009 dikhawatirkan juga akan berdampak pada komposisi kursi DPRD tingkat I dan II. KPU khawatirkan akan terjadi konflik di tingkat akar rumput. Apalagi para calon legislator yang terancam tersingkir sudah menggelar syukuran terpilih. Menanggapi itu Fauzan Khalid menyatakan masih menunggu ketentuan lebih lanjut KPU pusat.

18 Juni 2009, Mahkamah Agung memutuskan dalam putusan 15P/HUM/2009 meminta Komisi Pemilihan Umum membatalkan pasal-pasal tentang penetapan calon terpilih pada tahap kedua tersebut. KPU juga diharuskan merivisi keputusan KPU nomor 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang penetapan perolehan kursi. "Keputusan MA ini menurut saya tidak nyambung dengan sistem Pemilu yang kita anut  yakni sistem proporsional. Ya kita lihat bagaimana perkembangan selanjutnya," ujar Fauzan.

Masih pada hari yang sama, MA juga menelurkan putusan 16P/HUM/2009 yang menyatakan partai yang tidak memperoleh Bilangan Pembagi Pemilih dalam pemilihan DPRD provinsi, kabupaten atau kota otomatis tidak diikutkan dalam penghitungan sejak awal. Putusan ini tentu saja akan menimbulkan pergantian kepemilikan kursi di seluruh DPRD.

Laporan Edy Gustan | Mataram

Menegangkan, Timnas Indonesia U-23 Ditahan 10 Pemain Korea Selatan
Menag dan Majelis Masyayikh Bahas Rekognisi Santri dan Ma’had Aly

Bertemu Majelis Masyayikh, Menag Bahas Rekognisi Santri dan Ma’had Aly

Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen sebagai perwakilan Dewan Masyayikh dalam merumuskan dan menetapkan system penjaminan mutu pendidikan pesantren.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024